Sorotan tajam mata publik sedang mengarah tajam ke Institusi Direktorat Jenderal Pajak atau DJP.
Setelah kasus Rafael Alun Trisambodo yang berujung kepada kasus Gratifikasi, kini otoritas pajak disorot karena ada pegawainya yang memiliki kantor atau saham konsultan pajak.
Rumor tentang pegawai pajak yang memiliki konsultan pajak tersebut terungkap saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga pegawai DJP kemarin. Ketiga orang itu ditengarai memiliki saham di perusahaan konsultan pajak.
Ketiga orang yang dijadwalkan untuk menjalani klarifikasi atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mereka hari ini yaitu Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Dendy Heryanto, Pemeriksa Pajak Wita Widarty, dan Account Representative Budi Saptaji.
Ketiganya memiliki saham pada dua perusahaan konsultan pajak. Dendy dan Budi berada pada satu perusahaan, dan Wita di satu perusahaan lainnya.
KPK sebelumnya mengidentifikasi Dendy dan Wita sebagai dua dari 134 pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memiliki saham di 280 perusahaan tertutup.
Kemudian, KPK menemukan bahwa dua dari 280 perusahaan itu bergerak di bidang konsultan pajak. Lembaga antirasuah menilai kepemilikan saham di perusahaan konsultan pajak oleh pegawai Ditjen Pajak berisiko tinggi untuk terjadinya pidana korupsi.
Setelah melakukan penelusuran lebih lanjut pada dua perusahaan tersebut, nama Budi Saptaji tercatat juga sebagai pemilik saham perusahaan yang sama dengan Dendy.
Terkait hal tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan modus yang dilakukan pejabat Kementerian Keuangan atau pegawai pajak dengan kantor konsultan pajak.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggola mengatakan keterlibatan pegawai pajak dengan konsultan pajak dan wajib pajak sangat rentan. Wajib pajak berkepentingan membayar pajak seminimal mungkin.
“Ini kan resikonya orang pajak, dia kan berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak berkepentingan membayar sesedikit mungkin,” kata Pahala di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2023).
Dalam hal ini petugas pajak memiliki kepentingan atas nama negara memungut pajak semaksimal mungkin. Namun di sisi lain petugas pajak berpotensi disuap untuk membuat besaran kewajibannya berkurang.
“Muncul resiko ketika dia ketemu, bahwa yang ini mau sedikit banget, yang ini mau banget, nah resiko itu yang kita bilang,” kata dia.
Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh lalu mengonfirmasi bahwa ketiganya sudah menjalani klarifikasi terlebih dahulu kepada internal kementerian kemarin, Selasa (4/4/2023).
Seperti diketahui, laporan mengenai 134 pegawai pajak yang memiliki saham di perusahaan tertutup sudah diserahkan oleh KPK ke Kemenkeu.
“Kita bekerja sama dan koordinasi dengan KPK sangat erat. Untuk yang bersangkutan sudah dipanggil Itjen pada Selasa kemarin untuk diklarifikasi,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (5/4/2023).
Namun demikian, KPK baru mengonfirmasi kehadiran Dendy dan Wita saja. Keduanya telah hadir memenuhi panggilan Direktorat LHKPN pagi ini.
“Dua orang sudah hadir dan masih pemeriksaan klarifikasi oleh tim LHKPN KPK,” terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (5/4/2023).
Sebagai informasi, sebelumnya mantan Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta II Rafael Alun Trisambodo ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi pemeriksaan pajak selama 2011-2023.
Rafael ditahan oleh lembaga antirasuah di antaranya setelah diduga menerima aliran dana dari wajib pajak yang diperiksanya sekitar US$90.000 atau setara dengan sekitar Rp1,34 miliar.
Aliran dana itu merupakan bukti permulaan yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari perusahaan yang dimilikinya. Perusahaan itu, PT Artha Mega Ekadhana (AME), bergerak di bidang konsultan pajak.
“Sebagai bukti permulaan awal, Tim Penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima RAT sejumlah sekitar US$ 90.000 yang penerimaannya melalui PT AME dan saat ini pendalaman dan penelurusan terus dilakukan,” terang Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Senin (3/4/2023).
Makanya dalam penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap 280 perusahaan terafiliasi pegawai Kemenkeu, fokusnya pada alur korupsi. Bukan harta kekayaan para pegawai pajak yang masuk dalam daftar KPK.
“Resiko itu yang kita bilang kenapa kita cari bukan soal kekayaannya, kita cari korupsinya. Karena itu yang paling mungkin dari hubungan petugas pajak dan wajib pajak yang paling mungkin gratifikasi dan suap (korupsi),” kata dia.
Dia menjelaskan definisi penerimaan terkait jabatan dan wewenang pegawai pajak dalam menetapkan besaran kewajiban yang perlu dibayar wajib pajak.
“Kalau dia ada nerima dari yang wajib pajak, terkait wewenang dia, wewenang dia kan menetapkan, memeriksa itu yang kita cari,” kata dia.
