Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menjadi narasumber secara daring dihadapan dekan-dekan Fakultas Ilmu Sosial (FISIP) se-Indonesia, Jumat (10/3/2023)/foto: Publikasi dan Pemberitaan Bawaslu.

Anggota Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty mengatakan, partai politik (parpol) peserta pemilu atau calon peserta pemilu diperkenankan melakukan pendidikan politik di kampus.

Lolly menilai, hal ini guna memastikan semua peserta Pemilu mendapatkan kesempatan yang sama untuk melakukan pendidikan politik di kampus dan seluruh warga negara.

Ia mengatakan saat menjadi narasumber secara daring di hadapan dekan-dekan Fakultas Ilmu Sosial (FISIP) se-Indonesia, dikutip situs resmi Bawaslu RI, Senin (13/3/2023).

“Jadi, kalau kampus yang mengundang peserta pemilu untuk kepentingannya pendidikan politik di kampusnya atau untuk pendidikan politik mahasiswanya itu boleh,” kata Lolly.

Baca juga: Aturan Sosialisasi Partai Politik, Sebelum Masa Kampanye Dimulai

Kendati demikian, ia menegaskan, hal ini hanya dimungkinkan jika pihak kampus yang mengundang dan tidak satu parpol atau satu calon peserta pemilu saja yang diundang.

“Syaratnya, kampus tidak boleh mengundang hanya satu partai politik saja atau hanya satu saja calon wakil rakyat atau hanya satu saja calon presiden atau wakil presiden saja, nantinya dibuktikan melalui surat undangan yang diberikan kampus ke berbagai pihak terundang,” imbuhnya.

Baca Juga  Rais Aam PBNU Menegaskan NU Secara Kelembagaan Menjaga Jarak dengan Parpol

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan sosialisasi bisa dilakukan parpol saat ini, namun tidak diperkenankan melakukan kampanye.

Batasan antara sosialisasi dan kampanye salah satunya yakni tidak ada ajakan.

Terkait larangan kampanye, Lolly menegaskan hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang terdapat dalam Pasal 280 ayat 1 huruf (H) yaitu pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Untuk itu, dia meminta kampus secara tegas menolak adanya kampanye di tempat-tempat pendidikan.

“Salah satu tempat yang dilarang melakukan kampanye yaitu tempat pendidikan, hal itu agar tidak terjadi polarisasi di kampus”, tegas Lolly.

Kemudian Lolly melanjutkan bahwa perguruan tinggi (PT) harus punya punya sikap tegas sebagai kawah candradimuka dan sebagai tempat orang bisa mendapatkan informasi akurat.

Baca juga: Presiden Jokowi Tegas Dukung KPU untuk Banding Putusan PN Jakarta Pusat

“Perguruan tinggi perlu bersikap tegas, sebab perguruan tinggi itu kawah candradimuka, tempat orang bisa mendapatkan informasi yang akurat,” ujar Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas itu.

Baca Juga  Temui Menko Marves Luhut, Inchcape Siap Investasi Energi Baru di Indoensia

Ketentuan ini diatur untuk memastikan semua calon nantinya memiliki kesempatan yang sama dalam memberikan pendidikan politik kepada seluruh warga negara, termasuk yang ada di kampus.

Hal ini dianggap berbeda dengan kampanye politik yang memiliki ciri, misalnya, pemaparan visi-misi, citra diri, sampai ajakan memilih. Dalam kampanye, peserta pemilu dilarang melakukannya di kampus.

Adapun masa kampanye Pemilu 2024 baru akan diselenggarakan selama 75 hari sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

Selain itu, Lolly juga menjelaskan salah satu tantangan pengawasan Bawaslu pada Pemilu 2024 yakni yang terjadi di media sosial.

Untuk itu, salah satu terobosan pengawasan di media sosial yang dilakukan Bawaslu yakni membangun kerja sama dengan multiplatform seperti Tiktok, Youtube, dan Meta (Facebook, Instagram, dan Whatsap).

“Kami bangun kolaborasi kerja sama dengan mereka dengan cara satu menyamakan standar komunitas. berkaca pada pengalaman Pemilu 2019 silam dari ribuan rekomendasi Bawaslu hanya ratusan yang berhasil ditake down, hal itu karena standar komunitas setiap platform berbeda,” tambahnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here