Perihal kesejahteraan guru memang masih menjadi isu yang masih menjadi perbincangan banyak orang, khususnya di kalangan pendidik.
Menurut Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo, dalam sistem yang berlaku saat ini terdapat penggabungan antara proses sertifikasi dan pemberian tunjangan penghasilan guru.
Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, menjadi syarat bagi pemberian tunjangan yang bertujuan untuk kesejahteraan.
Padahal menurut Anindito, urutan ini terbalik. Guru seharusnya dijamin kesejahteraannya dahulu, sebelum dituntut untuk meningkatkan kualitas.
“Kalau orang bekerja, menjalankan tugas sebagai guru, ia seharusnya mendapatkan penghasilan yang layak,” kata Anindito.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa mekanisme pemberian tunjangan setelah sertifikasi seperti diatur UU Guru dan Dosen sulit diimplementasikan karena kapasitas Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang terbatas.
“Rata-rata, pemerintah menerima guru yang mengikuti program PPG sebanyak 60 hingga 70 ribu per tahun. Itu pun dibagi dua.”
“Untuk guru-guru baru, yang menggantikan guru-guru pensiun, dan untuk guru-guru (dalam jabatan) yang sudah mengantre lama untuk sertifikasi melalui PPG,” kata Nadiem.
Jika tetap menggunakan mekanisme mendapatkan tunjangan setelah sertifikasi, maka akan banyak guru yang sampai pensiun belum mendapatkan penghasilan yang layak.
“Kalau kita diam saja dan mengikuti peraturan lama di mana disebut tunjangan profesi, maka mereka akan menunggu lebih dari 20 tahun,” ungkap Nadiem.
Nadiem juga menjelaskan bahwa prinsip sertifikasi sebagai upaya menjaga kualitas harus dilindungi.
Sertifikasi harus mengacu pada standar kualitas yang tinggi. Karena itu, ke depannya sertifikasi akan menjadi semacam SIM alias izin bagi guru baru untuk boleh mengajar.
“Kita harus melindungi konsep sertifikasi untuk guru-guru baru, sebelum mereka bekerja sebagai guru, baik di swasta maupun di negeri,” kata Mendikbudristek.
“Yang sudah menjadi guru, kita putihkan mereka, kita bisa berikan tunjangan tanpa mereka harus melalui proses sertifikasi dulu,” imbuhnya.
Sementara, peningkatan kualitas bagi guru yang sudah mengajar dilakukan melalui berbagai program pelatihan yang saat ini sudah diterapkan, seperti program Guru Penggerak dan berbagai modul pelatihan guru yang tersedia di Platform Merdeka Mengajar.
Peningkatan kualitas ini akan lebih efektif jika guru sudah mendapatkan penghasilan yang layak.
Perubahan mekanisme sertifikasi yang diusulkan dalam RUU Sisdiknas, jelas Nadiem, akan menjadi solusi dari menumpuknya antrean PPG yang panjang tanpa mengorbankan kualitas sertifikasi.
Ditambahkan Nadiem, para guru hendaknya tetap tenang dan tidak terpancing isu yang beredar mengenai ancaman kesejahteraan guru akibat dihapuskannya tunjangan profesi. Karena apa yang didorong Pemerintah saat ini adalah kebalikannya.
“Guru-guru harus mengetahui, masalah sekarang ada di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, karena ada penyebutan tunjangan terpisah, tunjangan profesi.”
“Itulah mengapa, kita harus mengeluarkannya (istilah tunjangan profesi) sehingga kita bisa memberikan tunjangan sekarang, bukan dalam dua puluh tahun ke depan,” ungkapnya.
